Minggu, 27 Juni 2010

Rabu, 23 Juni 2010

saya bercerita pada sepi

sepi,
apakah kau tahu,
apa itu cinta?

sudah bertahun-tahun saya mengenalnya,
kami sama-sama bertumbuh,
dan selalu saya melihat wajahnya di
jepretan lensa kamera.

sepi,
apakah kau tahu,
apa itu cinta?

dua tahun lalu,
lebih tepatnya kurang lebih,
kami pernah bersama.
dan saya tinggalkan dia tanpa alasan,
bersama pagi dan malamnya di kota
nasi kucing.
dan selalu saya melihat wajahnya di
jepretan lensa kamera.


sepi,
kemarin dia katakan ;
"saya cinta kamu..."

mesin pencipta denyut saya
bergerak lebih cepat dari yang saya kira.
denyutannya menyerupai bunyi traktor sawah,
degedegedegedegedegedegedegedegedegedege!!!
yang menghujam tanah tanpa ampun,
sekali pun tanah itu tak bebicara,
traktor itu tak mendengarkan.
dan selalu saya melihat wajahnya di
jepretan lensa kamera.

sepi,
lalu saya juga bilang;
"saya juga mencitaimu..."

sepi,
kami adalah pemikir,bukan perasa.
tapi,
kami juga perasa yang kadang jarang mikir,
kami pemikir yang punya rasa,
kami perasa punya rasa,
kami pemikir suka mikir.

sehingga,
cinta kami sebatas kata,
hanya kata,
cuma kata,
lalu tak jadi nyata,
padahal kami mendekati fakta.

dan selalu saya lihat wajahnya di
jepretan lensa kamera.

sepi,
apakah kau tahu,
apa itu cinta?






*
catatan seorang perasa dan pemikir,
di kamar kecil bercat tembok dua warna,
ditemani nasi goreng yang sudah dingin.
ini hanya cerita dan tanya.

Senin, 21 Juni 2010

ketika saya difoto.










































































SERET SOROT





dia diseret ke tengah-tengah kerumunan,
entah kerumunan apa.
Lalu wajahnya disorot,
entah menggunakan apa.

diseret atau disorot,itu tidak masalah.

masalahnya sekarang,
dia harus mengatakan kata-kata yang tidak ingin dia katakan
tapi harus dia katakan.

Lah?berarti dia ingin mengatakan kata-kata itu,bukan?
Koq bilangnya kata-kata yang tidak ingin dia katakan?
Lalu mengapa mengatakan dia tidak ingin mengatakan,
tetapi tetap berkata-kata?

ingin atau tidak ingin,
dia harus tetap mengatakannya.
berarti dia ingin tapi tidak ingin,
atau tidak ingin tapi ingin.
ingin apa?
tidak ingin apa?
ya itu...berkata-kata,
eh,mengatakan.
ah..berkata atau mengatakan?
sama saja,yang penting bersuara..!

Lah?berkata atu bersuara?
koq bersuara?

ah,tidak penting membahasnya.

sekarang,apa yang harus dikatakan?
ya,kata-kata lah...

iya,kata-katanya apa?

dia yang mau berkata.
koq tanyanya ke saya?
saya siapa?
saya dia?
bukan kan?

lalu,saya ini mengetik apa?
ya,kata-kata..

berarti ini dong kata-kata yang tidak ingin dikatakan,
tapi harus dikatakan?

eh,tadi katanya mengatakan atau berkata,
koq sekarang jadi dikatakan?

apa bedanya?
semua sesuai konteks kata-katanya,
ya...kalimatnya.

kembali lagi ke dia.

dia siapa?

lah,yang ingin mengatakan.

oh,,yang diseret kemudian disorot?

iya.

terus?

ya gg ada terus-terus.
cukup sampai disini!

lalu yang ingin dia katakan apa?

*
dia diseret ke tengah-tengah kerumunan,
entah kerumunan apa.
Lalu wajahnya disorot,
entah menggunakan apa.



:: maaf,bila pembaca bingung.
seharusnya pembaca tidak usah bingung,
wong saya juga tidak menyuruh anda mebacanya toh?
ngapain bingung?


>>catatan yang tersirat di atas angkot,
lagi-lagi di atas angkot.
sangat tidak keren!